Mas Ivan, sosok pria 40 tahun ini mencoba
tegar menghadapi pahitnya kehidupan. Selain fisiknya yang tak kunjung pulih
pasca kecelakaan yang menimpanya di tahun 1994, depresi berat juga pernah menimpanya.
Beberapa bulan sebelum kecelakaan, dia bersama
kekasihnya sudah mempersiapkan pernikahan mereka. Mas Ivan seorang pemuda yang
rajin dan terbilang sukses. Dia bekerja di Asuransi “Jiwasraya”. 4 tahun
bekerja dia sudah mendapat jabatan yang tinggi. Kegigihannya, menjadikannya
sebagai orang kepercayaan atasan. Wanita mana yang tidak terpesona, selain tipe
pria pekerja keras, mas Ivan juga dikenal tajir dengan penghasilannya kala itu.
Banyak gadis Bangil yang berharap bisa menjadi pasangan hidupnya. Namun dari
sekian banyak gadis, beliau menjatuhkan pilihannya hanya kepada seorang. Sebut
saja fanny, dialah gadis belia pilihan mas Ivan.
Fanny, seorang gadis cantik, baik hati dan
sangat pengertian. Kurang lebih setahun berpacaran dengan mas Ivan, mereka telah
merasa saling cocok satu sama lain. Mereka putuskan dua bulan kedepan untuk
naik ke pelaminan.
Segala kebutuhan mulai mereka persiapkan,
mulai dari kebutuhan untuk akad nikah sampai ke acara pesta pernikahannya.
Keduanya terlihat sangat bahagia dalam kesibukannya.
Waktu itu tepat 15 juni 1994. Mas Ivan, orang
kepercayaan atasannya itu telah pulang usai bekerja di kantor. Sore itu
tiba-tiba dia ditelfon bosnya untuk mengambil barangnya yang tertinggal di
kantor. Tanpa pikir panjang, karena ini perintah bosnya, maka dia bergegas
menuju kantornya yang berjarak kurang lebih 50Km dari rumahnya.
Panggilan adzan maghrib menyeru seluruh warga
masyarakat kota santri bangil untuk mandatangi masjid. Berbeda dengan mas Ivan,
meski ibunya telah melarangnya untuk pergi ke kantor lagi, karena tiba waktu
shalat magrib. Mas Ivan si pekerja keras itu lebih memilih panggilan bosnya
dibanding panggilan untuk shalat magrib. “Van, mau kemana? Shalat maghrib dulu,
jama’ah di masjid !” seru ibunya. “ini bos manggil bu, penting, nanti shalat di
kantor saja” sahut mas Ivan. Meski dilarang pergi oleh ibunya, dia tetap nekat
pergi saat adzan magrib itu. Karena terburu-buru, dia pun ngebut agar segera
tiba di kantornya. Di pertengahan jalan menuju kantornya, entah kenapa
pandangannya tidak jelas. Mungkin tertutupi asap knalpot dari truk besar di
depannya. Mas Ivan dengan motornya yang melaju kencang, tiba-tiba tak melihat
apa yang didepannya. Meskipun sudah berusaha menghindar, namun nasib tak bia
dia lawan. Kecepatannya yang terlalu tinggi ditambah penglihatan yang kurang
jelas, hingga akhirnya “bruack” dia menabrak bodi belakang truk besar yang
sedang berhenti di tepi jalan. Mas Ivan terpental 15 meter dan langsung tak
sadarkan diri. Tubuhnya luka parah, terkapar di tengah jalan raya. Tak banyak
orang yang menolongnya, karena itu jalan besar dan tak dekat dengan
perkampungan. Mas Ivan tetap tak sadarkan diri meski telah dibawa ke RSUD
Kabupaten Pasuruan.
Tangisan keluarga terus berlinang, sebulan
lebih dia dirawat di rumah sakit, namun tak kunjung sadarkan diri. Meski detak
jantung dan nadinya masih bergerak namun keluarga cemas dan pesimis mas Ivan
akan kembali sembuh. Keluarganya putus asa mengharap kesembuhan mas Ivan dan
akhirnya berkeputusan membawanya pulang ke rumah. Di rumahnya, beberapa kali
diundang warga untuk berdo’a bersama, mendo’akan kesembuhan mas Ivan. Berbagai
pengobatan telah di coba sebagai wujud usaha menyembuhkannya. Namun, lagi-lagi
putus asa menyelimuti hati keluarganya, karena kesembuhannya tak kunjung tiba.
Jalan terakhir yang diambil keluarga adalah membawanya
ke pengobatan pijat alternatif. Keluarganya berdo’a agar pijat di salah seorang
tabib di Bangil ini yang dapat membawanya mencapai kesembuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar