![]() |
Xanthostemon chrysantus |
Namanya terdengar asing, Xanthostemon. Merupakan salah satu marga dalam famili tumbuhan Myrtaceae (jambu-jambuan).
Tumbuhan ini diketahui ada 45-50 spesies, yang tersebar di Kaledonia Baru, Australia, Kepulauan Solomon, Papua Nugini, Indonesia dan Filipina (Wilson 1990).
Diantaranya X. oppositifolius, X. chrysanthus, X. youngii, X. verdugonianus dan X. formosus (Australia), X. confertiflorus, X. natunae, X. petiolatus, X. verus, dan X. novoguineensis atau X. papuanum (Indonesia/Papua), X. melanoxylon (Kepulauan Solomon), serta X. fructicosus (Filipina).
Pegunungan Cycloop Jayapura menjadi salah satu endemik Xanthostemon, khususnya X. novoguineensis Valeton (Xanthostemon merah) atau dikenal dengan nama daerah Sowang.
Hasil penelitian Gunawan (2005), menunjukkan kayu Sowang tergolong tahan terhadap serangan perusak kayu, yakni rayap tanah, penggerek kayu di laut, cendawan pelapuk putih dan cendawan pelapuk cokelat.
Xanthostemon mudah beradaptasi pada habitat kering, kurang subur, bahkan toleran pada tanah dengan kondisi asam (pH 2-2,5). Tumbuhan ini juga sering dimanfaatkan dalam remediasi lingkungan tercemar.
Bunga tanaman ini mirip dengan bunga jambu air. Majalah Trubus pernah menjulukinya "si kembang api". Karena saat mekar, bunganya sangat indah layaknya pesta kembang api.
Dalam kelopak bunganya, terkandung nektar melimpah, yang menjadi sumber pakan utama bagi berbagai jenis burung seperti Jalak, Betet, Perkici, serta serangga seperti lebah dan semut.
Malaysia dan Singapura memanfaatkan peran ekologis Xanthostemon, khususnya spesies X. chrysanthus (Xanthostemon kuning) dengan menanamnya sebagai vegetasi pada infrastruktur ruang terbuka hijau (Nazarudin dkk 2015).
Di Australia, Xhantostemon hanya berbunga (lebat) saat musim semi. Sementara di daerah iklim tropis seperti Indonesia, tanaman ini dapat berbunga sepanjang tahun. Apalagi bila tumbuh di lokasi dengan intensitas cahaya tinggi.
Banyak peternak lebah madu, khususnya jenis Trigona (Klanceng) memanfaatkan tanaman ini sebagai salah satu vegetasi sumber pakan utama. Selain karena nektarnya, perbanyakan tanaman ini juga cukup mudah, bisa dari biji maupun dikembangbiakkan dengan cangkok atau stek Batang.
Namun sayangnya, di Jayapura yang merupakan salah satu habitat aslinya (khususnya spesies X. novoguineensis), beberapa tahun belakangan ini kayu Sowang dieksploitasi besar-besaran sebagai bahan arang, sehingga populasi tanaman ini menurun drastis (Wilujeng, Sambiak 2015).
Agar tidak punah, perlu dilakukan upaya konservasi tanaman potensial ini. Tak cukup hanya di habitat aslinya. Pengembangan Xanthostemon perlu dilakukan di berbagai daerah di Indonesia. Bahkan jika perlu, di setiap pekarangan rumah ada spot khusus bagi tanaman ini.
Apalagi jika Anda adalah pembudidaya tawon (lebah) klanceng (stingless bee), menanam Xanthostemon ini hukumnya fardhu a'in. Lingkungan semakin asri, lebah giat produksi, dan sekaligus menyelamatkan Xanthostemon dari ancaman kepunahan.
Lalu hari ini, sudahkah kita menanam Xanthostemon di pekarangan rumah?
Selamat menanam!
Rifqi Khoirul Anam | Anggota Himpunan Budidaya Tawon Klanceng Indonesia (HIBTAKI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar