Kisah putra pejuang 45; korban penggusuran

Bangil-Pasuruan. Kaki lima cak Fatik untuk yang sekian kalinya menjadi korban penggusuran satpol PP.  Setelah beberapa waktu yang lalu beliau harus berpindah dari tempat mangkal yang lama. 

Belum genap sebulan pindah, lagi-lagi satpol PP membongkar gerobaknya. Kali ini satpol PP lebih tegas, membawa gerobak cak Fatik ke kantor, agar dia jerah.

Niat Satpol PP mengharap cak Fatik jerah, ternyata harus bertepuk sebelah tangan. Pasalnya, cak Fatik dengan keras menantang tidak terima gerobaknya diangkut. Dia marah menyuruh satpol PP untuk sekalian membakar gerobaknya didepan matanya. 

“Sekalian saja bakar gerobak saya, Pak” tutur beliau menantang satpol PP. Karena enggan menambah keributan di sore itu, akhirnya satpol PP menyerahkan gerobaknya kembali.

Cak Fatik memang terbilang PKL yang bandel. Sudah berkali-kali digusur namun semangatnya untuk jualan “trengsengan” dan “trancam bali” tidak pernah buyar. Cak Fatik tak pernah takut, demi mencari nafkah untuk keluarga. 

“Lho, yang penting halal mas, demi keluarga!”, kata-kata itu beberapa kali beliau ucapkan, wujud prinsip yang dia pegang.

Cak Fatik adalah salah satu putra pejuang kemerdekaan. Bapaknya adalah veteran. Darah juang bapaknya tampaknya mengalir deras pada cak Fatik. 

“Saya ini anak pejuang 45, tak rasa-rasa kok jualan nasi sama beratnya dengan berjuang melawan penjajah, harus umpet-umpet” tutur beliau mencurahkan isi hatinya. Bapak dua anak yang gemar memakai atribut militer ini adalah asli warga Kecamatan Bangil-Pasuruan. 

“Saya asli sini mas, kalo ada masalah apa, perkelahian warga, kenakalan remaja saya ikut bantu mendamaikan, tapi kok tidak pernah ada sampe kesitu, pikiran penguasa cuma lihat gerobak lusuh saja” tambah beliau. 

“Coba lihat, itu ada 2 kantor, 3 rumah mewah dan bangunan sekolah yang sebelah sana, itu dibangun diatas kali, kenapa boleh? Izin dari mana? Siapa?”. 

“Nah,  saya cuma gerobak kecil, jualan sore, kenapa di gusur terus?”, kalo mau tegas harus adil pak, kalo mau adil harus tegas, ... coba dipikir”.